Benturan Kepentingan

Benturan kepentingan adalah situasi atau kondisi dimana pejabat atau pegawai di lingkungan Politeknik APP Jakarta memiliki atau patut diduga memiliki kepentingan pribadi terhadap setiap penggunaan wewenang dalam kedudukan atau jabatannya, sehingga dapat mempengaruhi kualitas keputusan dan/atau tindakannya. Untuk mengatasi, mengendalikan, dan mencegah masalah ini, pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah mengeluarkan  Peraturan Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Penanganan Benturan Kepentingan.

Bentuk benturan kepentingan berdasarkan pedoman Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 18/M-IND/PER/2/2015  tentang Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan Di Lingkungan Kementerian Perindustrian adalah sebagai berikut:

  1. Situasi yang menyebabkan pejabat atau pegawai dilingkungan Kementerian Perindustrian menerima gratifikasi atau pemberian/penerimaan hadiah atas suatu keputusan/jabatannya;
  2. Situasi yang menyebabkan pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian Perindustrian menggunakan asset jabatan untuk kepentingan pribadi/golongan;
  3. Situasi yang menyebabkan pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian Perindustrian menggunakan informasi rahasia jabatan untuk kepentingan pribadi/golongan;
  4. Situasi yang menyebabkan pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian Perindustrian menggunakan informasi rahasia jabatan untuk kepentingan pribadi/golongan;
  5. Situasi yang menyebabkan pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian Perindustrian dalam proses pengawasan tidak mengikuti prosedur karena pengaruh dan harapan dari pihak yang diawasi;
  6. Situasi yang menyebabkan pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian Perindustrian menyalahgunakan jabatan;
  7. Situasi yang memungkinkan pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian Perindustrian menggunakan diskresi yang menyalahgunakan wewenang;
  8. Situasi dimana kewenangan penilaian suatu obyek kualifikasi dimana obyek tersebut merupakan hasil dari si penilai;
  9. Situasi yang memungkinkan untuk memberikan informasi lebih dari yang ditentukan, keistimewaan maupun peluang bagi calon penyedia barang/jasa untuk menang dalam proses pengadaan barang.jasa di Kementerian Perindustrian;
  10. Situasi dimana terdapat hubungan afiliasi/kekeluargaan antara pejabat/pegawai Kementerian Perindustrian dengan pihak lainnya yang memiliki kepentingan atas keputusan dan/atau tindakan yang berhubungan dengan jabatan.

 

  1. Kebijakan dari pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian Perindustrian yang berpihak akibat pengaruh, hubungan dekat, ketergantungan, dan.atau pemberian gratifikasi;
  2. Pemberian izin dari pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian Perindustrian yang diskriminatif;
  3. Pengangkatan pegawai berdasarkan hubungan dekat/balas jasa/rekomendasi/pengaruh dari pejabat pemerintah;
  4. Pemilihan partner atau rekanan kerja oleh pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian Perindustrian berdasarkan keputusan yang tidak professional;
  5. Pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian Perindustrian melakukan komersialisasi pelayanan public;
  6. Pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian Perindustrian menggunakan asset dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi;
  7. Pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian Perindustrian melakukan pengawan tidak sesuai dengan norma, standar, dan prosedur;
  8. Pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian Perindustrian melakukan pengawasan atau penilai atas pengaruh pihak lain dan tidak sesuai norma, standar, dan prosedur;

Pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian Perindustrian menjadi bagian dari pihak yang memiliki kepentingan atas sesuatu yang dinilai.

 

 

  1. Penyalahgunaan wewenang, yaitu dengan membuat keputusan atau tindakan yang tidak sesuai dengan tjuan atau melampaui batas-batas pemberian wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan;
  2. Perangkapan jabatan, yaitu pegawai menduduki dua atau lebih jabatan publik sehingga tidak bisa menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan akuntabel selain yang telah diatur dalam Peraturan Perundang undangan;
  3. Hubungan afiliasi, yaitu hubungan yang dimiliki oleh pegawai dengan pihak tertentu baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi keputusannya;
  4. Gratifikasi, yaitu pemberian dalam arti luas meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya;
  5. Kelemahan sistem organisasi, yaitu keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan pelaksanaan kewenangan pegawai yang disebabkan karena struktur dan budaya organisasi yang ada;
  6. Kepentingan pribadi, yaitu keinginan/kebutuhan pegawai mengenai suatu hal yang bersifat pribadi.
  1. Pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian Perindustrian yang terkait dalam pengambilan keputusan dapat melaporkan atau memberikan keterangan adanya dugaan benturan kepentingan dalam menetapkan keputusan dan/atau tindakan;
  2. Laporan atau keterangan tersebut disampaikan kepada atasan langsung pejabat pengambil keputusan dana tau tidndakan dengan mencantumkan identitas kelas pelapor dan melampirkan bukti-bukti terkait;
  3. Laporan kepada atasan serta keputusan terkait penanganan benturan kepentingan wajib ditembuskan kepada Inspektorat Jenderal;
  4. Pelaporan melalui Whistleblowing System (sistem pelaporan pelangaran) kepada Inspekorar Jenderal;
  5. Pengawasan terhadap pelaksanaan penanganan benturan kepentingan dilaksanakan oleh Isnpektur Jenderal.

Berdasarkan pedoman Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 18/M-IND/PER/2/2015  tentang Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan Di Lingkungan Kementerian Perindustrian, maka dilakukan identifikasi benturan kepentingan pada Politeknik APP Jakarta, yaitu sebagai berikut:

  1. Pegawai PNS Politeknik APP Jakarta meerangkap jabatan pada institusi lain;
  2. Pegawai PNS Politeknik APP Jakarta menggunakan jabatan untuk proses penerimaan mahasiswa baru;
  3. Pegawai PNS Politeknik APP Jakarta menerima gratifikasi pada proses pelayanan jasa administrasi;
  4. Pada proses perkuliahan atau belajar mengajar, penilaian atas hasil akhir belajar mahasiswa tidak sesuai nilai yang didapatkan karena adanya pengaruh dari pihak atasan/teman sejawat atau orangtua mahasiswa, seperti pemberian gratifikasi;
  5. Membocorkan atau menyampaikan isi naskah ujian semester yang sifatnya rahasia kepada orang tertentu;
  6. Membantu mahasiswa untuk kepentingan proses belajar menagajar, seperti : membantu membuat laporan praktikum, membocorkan jawaban ujian, memberikan nilai hasil belajar tidak sesuai komptensi mahasiswa;
  7. Penyalahgunaan jabatan karena ada kesempatan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak tertentu dengan menyalahgunakan wewenang sehingga menyimpang dan melanggar sumpah jabatan yang diucapkan pada saat pelantikan;
  8. Penggunaan fasilitas negara berupa aset Barang Milik Negara (BMN) tidak untuk kegiatan menunjang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab jabatan atau pekerjaan, melainkan digunakan untuk kepentingan keluarga (Isteri atau suami dan/atau anaknya).
  9. Pengadaan barang untuk inventaris kantor tidak sesuai ketentuan atau tidak mengikuti mekanisme atau prosedur yang telah ditetapkan sehingga kualitas barang yang diperoleh tidak memenuhi standar.
  10. Pemilihan dan penetapan posisi jabatan untuk menunjang suatu kegiatan atau program tidak sesuai kemampuan, kapasitas, dan kapabilitasnya.
  11. Menyalahgunakan jabatan untuk membuat kebijakan dengan tujuan memperkaya